Minggu, 07 September 2008

Get Trapped

Kalau kamu lagi bermusuhan sama seseorang saat ini, cerita ini cocok buat kamu.
Alkisah, di Baghdad bertahun-tahun yang lalu, ada dua orang saudagar yang cukup terkenal. Yang seorang bernama tuan Omar (pake tuan biar gengsi dikit) yang seorang lagi bernama tuan Ali. Mereka punya banyak jenis usaha. Mulai dari dagang, hotel, pertanian, peternakan, tempat pesiar dan seabreg usaha lainnya dan semua usahanya berskala besar. Jadi bisa dibayangkan bukan, betapa kayanya mereka ini.
Namun sayangnya, mereka juga terkenal karena permusuhan mereka. Sebenarnya awal permusuhan mereka adalah persaingan bisnis biasa, namun karena nampaknya tidak ada satu orang pun dari mereka yang punya inisiatif untuk berdamai, maka permusuhan itu pun semakin lama semakin runcing seiring dengan semakin majunya usaha mereka. (Kok jadi ingat Gober dan Rocker yach? ^_^)
Saat ini, walaupun kehidupan mereka sudah sangat mapan, mereka tetap memelihara perseteruan mereka.
Suatu hari terdengar kabar kalau di luar kota telah ditemukan sebuah sisa-sisa kota bawah tanah. Tempat itu tersingkap setelah tanah di atasnya longsor secara tiba-tiba.
Kabar itu sampai di telinga tuan Omar lewat tangan kanannya Abi.
“Wah, itu peluang bisnis besar. Bagaimana kalau kita membeli tempat itu dan mengolahnya menjadi tempat wisata baru? Pasti banyak orang yang akan datang ke sana dan kita bisa mendapat banyak untung. Iya kan?” tanya tuan Omar kepada Abi. Mereka saat ini ada di ruang kerja tuan Omar.
“Benar sekali, tuan,” sahut Abi. “Saya juga berpikir tempat itu bisa mendatangkan untung yang besar. Tapi tuan....,” Abi kelihatan ragu-ragu melanjutkan ucapannya.
“Tapi kenapa, Abi? Ada masalah?”
“Ng... kalau memang tuan mau berinvestasi di tempat itu sebaiknya tuan bergegas. Karena dengar-dengar tuan Ali juga punya niat yang sama. Dia akan meninjau tempat itu hari ini.”
“HAAH??!!!” tuan Omar berseru tiba-tiba. Abi sampai terkejut setengah mati. Untung saja dia tidak jantungan. “Omar mau ke sana hari ini??! Tidak bisa dibiarkan ini. Abi! Suruh penjaga menyiapkan kudaku. Kita juga akan ke sana sesegera mungkin. Ayo cepat!!”
“Ba... baik, tuan.” Abi yang sudah tahu tabiat tuannya itu langsung buru-buru keluar untuk melaksanakan titah tuannya.
Tempat yang dimaksud tadi berada di sebuah ladang milik seorang penduduk desa beberapa mil di luar kota. Beberapa bagian tanah di ladangnya yang longsor membentuk sebuah gua besar di permukaan tanah. Di dalam gua itulah di temukan ruangan-ruangan bawah tanah yang tak terjamah bertahun-tahun. Sejumlah orang sudah berkumpul di depan mulut gua itu. Ada juga yang sudah sempat masuk ke dalam. Mereka semua ingin menyaksikan dari dekat fenomena alam yang luar biasa itu.
Kemudian dari kejauhan terdengar suara derap kaki rombongan kuda. Suaranya menggema memenuhi udara di sekitarnya. Orang-orang di sekitar situ bersamaan memandang ke arah datangnya rombongan berkuda yang kelihatannya terburu-buru itu untuk mencari tahu siapakah gerangan mereka.
Ketika rombongan berkuda itu mendekat tahulah mereka kalau itu rombongan tuan Omar... dan tuan Ali. Mereka ternyata melakukan perjalanan ke tempat itu dengan waktu yang bersamaan. Kerumunan orang di sekitar gua itu langsung terdengar riuh rendah. Kelihatannya bakalan seru nih, begitu kata mereka. Dua orang pebisnis terkenal yang saling bermusuhan datang bersamaan.
Begitu rombongan itu tiba, tuan Ali langsung turun dari kudanya dan memandang gua dan longsoran batu disekitarnya dengan tatapan kagum.
“Luar biasa!” katanya. “Dari depan sini pemandangannya sudah cukup memukau. Bagaimana di dalam sana?”
“Hei!” Tuan Omar menghardiknya dari belakang. Dia juga sudah turun dari atas kudanya. “Tempat ini akan jadi milikku! Jadi hati-hati dengan omonganmu...,” katanya lagi.
“Enak saja! Aku yang duluan mendengar tentang tempat ini, jadi aku yang lebih berhak mendapatkannya!” sahut tuan Ali tidak kalah ketusnya.
“Heh! Aku rasa ini bukan masalah siapa yang pertama mendengar, tapi siapa yang punya penawaran paling bagus.”
“Apa? Kamu baru saja meremehkan aku Omar.... Hei! Siapa di antara kalian yang pemilik tanah ini?” Tuan Ali berbalik menghadap ke para penduduk dan menanyai mereka.
Seorang bapak tua dengan berbadan ceking maju ke depan. “Saya pemilik tanah ini tuan....,” katanya.
“Hmm...., kemarilah pak tua. Aku akan memenuhi rumah kamu dengan uangku, yang penting aku bisa memiliki tempat ini.”
Mata pak tua itu berbinar-binar mendengarnya.
“Hei... hei tunggu dulu!” potong tuan Omar. “Pak tua, aku bukan hanya memenuhi rumah pak tua tapi halaman pak tua juga akan kubanjiri dengan kepingan uangku... tentu saja kalau pak tua menjual tempat ini kepadaku.”
Mata pak tua itu tambah berbinar-binar. Tuan Ali kelihatan semakin kesal mendengar ucapan tuan Omar. Dia pun kembali menghardik tuan Omar.
“Omar! Aku akan selalu menang! Pak tua, tentukanlah kepada siapa bapak akan menjual tanah ini. Aku akan membayar berapa pun yang pak tua minta.”
“Enak saja! Selama ini aku yang selalu menang dibanding kamu, Ali! Pak tua, juallah tempat ini kepadaku, bapak hanya perlu menyebut harganya saja.”
Pak tua pemilik tempat itu kelihatan kebingungan. Tapi dia kelihatan seperti baru teringat akan sesuatu.
“Tuan-tuan yang saya hormati. Tidakkah sebaiknya tuan masuk ke dalam terlebih dahulu untuk melihat-lihat. Tuan-tuan baru melihat permukaannya saja di sini. Setelah tuan-tuan melihat ruang-ruang di bawah sana, baru kita lihat siapa kira-kira pembeli yang paling tepat,” kata pak tua.
Tuan Ali dan Omar nampak baru sadar kalau mereka memang sebenarnya belum melihat apapun dari ruang bawah tanah itu.
Begitu mereka hendak memasuki gua yang merupakan pintu masuk ke ruang di bawah sana pak tua itu kembali berkata, “Tapi saya sarankan tuan-tuan jangan masuk terlalu dalam, di bawah sana banyak labirin yang bisa menyesatkan.”
Tuan Omar dan Ali mengangguk lalu mereka bersama beberapa anak buah mereka masuk dan menuruni tangga yang terbentuk dari longsoran tanah menuju ke dalam perut bumi.
Beberapa lama mereka sudah berada di sisa kota bawah tanah yang dimaksud.
Tempatnya memang benar-benar mengagumkan. Pendar cahaya obor yang mereka bawa membuat relief-relief yang dipahat bekas penghuni tempat itu pada dinding-dinding di sekitar mereka menjadi semakin artistik.
Mereka sekarang berada di tengah-tengah sebuah ruangan raksasa, mirip ruangan aula dengan tiang-tiang dari bebatuan di sana-sini. Di sekitar mereka banyak lorong-lorong yang menghubungkan ruangan itu dengan ruangan-ruangan lain.
Sejak tadi mulut mereka tak berhenti berdecak kagum memandangi tempat yang amazing itu, termasuk tuan Omar dan Ali. Tapi dasar orang-orang yang saling membenci, mereka tidak pernah lepas memperhatikan satu sama lain. Jika tuan Omar berada cukup lama pada salah satu spot, maka tuan Ali lekas-lekas mencarinya. Dia khawatir kalau-kalau tuan Omar menemukan ada sesuatu yang menarik dan dia tidak mengetahuinya. Begitu pula sebaliknya.
Saking asyiknya mengeksplorasi, mereka sampai tidak sadar kalau mereka sudah agak jauh dari anak buah mereka. Saat ini mereka sedang menyusuri sebuah lorong labirin yang penuh dengan hasil seni ukir di dinding kanan dan kirinya. Lorong itu bermuara di sebuah ruangan penyimpanan yang hampir penuh dengan arca-arca kuno. Ukuran arca-arca itu bermacam-macam, mulai dari yang kecil yang dipajang di sekitar dinding sampai ukuran raksasa pun ada. Mereka berjalan menyusuri ruangan melalui koridor-koridor yang dibentuk oleh susunan arca berukuran raksasa itu. Kelihatan kalau mereka semakin kagum pada tempat itu.
“Luar biasa! Aku sudah tidak sabar ingin membeli tempat ini,” kata tuan Omar.
Namun perkataanya itu justur kembali memicu pertengkaran di antara mereka. Semakin lama nada suara mereka semakin tinggi. Suara mereka yang menggema sampai ke telinga anak buah mereka di luar. Orang-orang itu kini baru menyadari kalau mereka kini terpisah dari bos mereka. Beberapa orang dari mereka pun bergerak ke lorong tempat terakhir kalinya mereka melihat tuan-tuan mereka.
Namun tiba-tiba terdengar suara gemuruh. Lantai, dinding, dan seluruh tempat itu tiba-tiba bergetar hebat. Orang-orang itu menjadi panik dan berlarian ke arah pintu masuk. Suara gemuruh lain terdengar, seperti suara bongkahan-bongkahan batu besar yang menghujam bumi. Sesaat, kemudian tempat itu tenang kembali, seolah-olah tidak terjadi apa-apa sebelumnya.
Gumpalan debu tipis beterbangan di sana-sini. Orang-orang yang ada di situ pun saling memastikan kalau mereka semua selamat. Untunglah tidak ada yang terluka. Tiba-tiba terdengar seruan dari seseorang di ujung lorong. “HEI!!! Tuan kita terperangkap di dalam sana! AYO KE SINI CEPAT!!!”
Benar. Tuan Omar dan Ali kini terperangkap di dalam ruangan penyimpanan tadi. Pintu masuk ke ruangan ini kini tertimbun longsoran batu dan tanah. Mereka kelihatan pucat mengetahui kini mereka sedang terperangkap.
“I... Ini semua gara-gara kamu Omar!!”
“HAAH??!! Kenapa aku lagi yang disalahkan?!!!”
“Kamu tadi yang pertama kali mengambil jalan ke tempat ini!!”
“Tapi kan tidak ada yang memaksa kamu untuk ikut!!”
Lagi-lagi mereka kembali bertengkar habis-habisan. Karena semakin kalut dan takut di dalam situ akhirnya masing-masing pun mencari jalan keluar sendiri-sendiri dari tempat itu dengan menyusuri setiap sudut ruangan itu, berharap ada jalan keluar lain dari tempat itu. Tapi sia-sia saja. Ruangan itu memang hanya memiliki satu jalan keluar. Cahaya obor mereka pun makin lama makin redup. Mereka pun dengan putus asa kembali ke depan longsoran yang menutupi pintu jalan keluar tadi.
Tuan Omar melirik tuan Ali.
“Dari pada bengong seperti itu ada baiknya kamu mulai menyingkirkan satu persatu bongkahan ini. Itu lebih berguna....,” katanya.
“Enak saja! Kenapa kamu pikir aku mau melakukannya?! Kamu saja kalau mau!! sebentar lagi anak buahku yang loyal akan menyingkirkan longsoran ini dan membebaskan aku dari sini,” sahut tuan Ali.
“Huh! Aku sudah lama mendengar desas-desus kalau kamu sering tidak bersikap manusiawi terhadap anak buahmu. Aku yakin anak buahku yang akan pertama kali membebaskan aku dari sini.”
“Kita lihat saja. HEIII!!!! AKU DI SINI!!!” seru tuan Ali sekeras-kerasnya.
“AKU DI SINIII....!!! WOIII..., ABII DIMANA KALIAN!!??” tuan Omar ikut-ikutan berseru.
Tuan Ali kembali berseru memotong seruan tuan Omar. Tuan Omar tidak mau kalah, dia juga berseru lebih lantang menutupi suara tuan Ali.
Api obor mereka kini hampir mati, membuat suasana tempat itu semakin suram. Kedua saudagar itu juga mulai kesulitan bernapas.
“Uhukk...!! apa.. apa yang terjadi ini? Leherku rasanya semakin tercekik... Uhukk!”
“Apa kita.... apa kita kehabisan oksigen...?”
“Ini... ini pasti gara-gara kamu, Ali. Tubuhmu yang tambun itu... pasti memboroskan banyak oksigen...”
“Enak saja! Uhukk...!!....,” lagi-lagi... mereka mulai bertengkar. Padahal harusnya di saat-saat seperti itu mereka melupakan sejenak perseteruan mereka dan bersama-sama mencari cara keluar dari situ.
Tak lama kemudian, suara mereka menjadi benar-benar lemah. Obor mereka juga padam. Keduanya pun jatuh tak sadarkan diri, hingga karena benar-benar kehabisan oksigen mereka berdua mati di tempat itu.
Sayang sekali, karena lima menit kemudian terdengar suara derak longsoran bebatuan itu. Satu persatu longsoran bebatuan itu berjatuhan. Dan akhirnya, separuh dari longsoran itu berhasil disingkirkan anak buah mereka yang sejak tadi menggali dari luar sana. Selagi seluruh batu dan tanah longsoran yang menutupi pintu masuk dibersihkan, beberapa orang dari mereka masuk untuk mencari tuan-tuan mereka. Alangkah terkejutnya mereka karena keduanya kini tergeletak tanpa nyawa lagi. Awalnya mereka mengira keduanya saling membunuh, tapi setelah memeriksanya dengan lebih seksama lagi, mereka jadi yakin kalau keduanya mati kehabisan oksigen.
Yeah, it's the end of the story. Tapi... kalau dipikir-pikir lagi, mereka memang saling membunuh satu sama lain secara tidak langsung. Coba seandainya mereka sejak awal tidak mengutamakan egoisme masing, mungkin masih ada kemungkinan mereka untuk selamat.
Pertengkaran, kemarahan dan temperamen tinggi membuat jantung kita memompa lebih darah lebih cepat daripada saat kita dalam keadaan rileks dan tenang. Hal itu membuat kita juga membutuhkan lebih banyak oksigen. Dalam kasus tuan Omar dan Ali, kemarahan mereka satu sama lain membuat stok oksigen dalam ruangan yang memang sudah terbatas sejak mereka terperangkap, menjadi cepat terkuras. Di tambah lagi kedua-duanya menyalakan obor yang juga butuh oksigen. Seandainya mereka bekerja sama dan tidak saling menyerang satu sama lain, mungkin oksigen dalam ruangan itu juga masih tersisa untuk beberapa saat dan kemungkinan mereka selamat juga makin besar. You see?
So, my friends, stop your anger and hostility cuz all that things can kill you sooner or later

Tidak ada komentar: